Perang Dagang, RI Incar Ekspor Furnitur Rp1.344 T ke AS
Jakarta, CNN Indonesia -- Pemerintah mengincar potensi ekspor furnitur senilai US$96 miliar atau setara Rp1.344 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) ke pasar Amerika Serikat (AS). Potensi ini terbuka lebar berkat kemelut perang dagang AS dengan China.Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan perang dagang membuat China mulai kesulitan masuk ke pasar AS. Sebab, AS mengenakan tarif bea masuk impor mencapai 25 persen bagi produk ekspor asal China.
Padahal, mayoritas kebutuhan impor furnitur AS yang mencapai kisaran US$96 miliar per tahun diisi oleh produk China. Situasi ini, menurut dia, membuka peluang bagi negara-negara lain, termasuk Indonesia, untuk bisa mengisi kebutuhan furnitur AS.
Menurut Darmin, Indonesia punya potensi ekspor furnitur yang besar berkat bahan baku yang berlimpah. Klaim ini sejalan dengan hasil evaluasi Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) yang menyebut Indonesia bisa bergantung pada ekspor kayu dan produk kayu guna meningkatkan kinerja ekspor saat ini.
"Kita (Indonesia) belum bisa memanfaatkan pasar AS yang besar. Padahal, kita tidak kena perang dagang. Makanya, kami bicarakan bagaimana meningkatkan dan mempercepat ekspor kayu, produk kayu, mebel, furnitur, rotan ini," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (10/9).Lebih lanjut, pemerintah akan mengkaji beberapa kebijakan untuk meningkatkan ekspor kayu dan produk kayu, termasuk furnitur Indonesia ke AS. Pertama, mengkaji pembebasan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen bagi kayu log alias kayu mentah sebelum diolah menjadi mebel dan furnitur.
"Pengusaha keluhkan kayu log kena PPN, sehingga pengolah kayu harus bayar PPN 10 persen juga. Nah, tadi Menteri Perindustrian (Airlangga Hartarto) bilang sedang dibahas dengan Menteri Keuangan (Sri Mulyani Indrawati) untuk me-nol-kan (pungutan PPN)," ungkapnya.
Kedua, mengkaji pemberian akses pembiayaan berbunga rendah bagi pengusaha kayu dan produk kayu. Gagasan ini, lanjut Darmin, akan segera dikomunikasikan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan para pelaku di industri perbankan.
"Masa mereka taruh uang (deposito) dikasih bunga 5 persen, tapi kalau pinjam kena bunga (kredit) 12 persen. Belum lagi, ada pandangan di kalangan perbankan kalau industri kayu itu sunset (senja kala)," katanya.Ketiga, mengkaji pencabutan ketentuan sertifikasi Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK) bagi produk ekspor ke negara-negara yang tidak mewajibkan syarat tersebut. Pasalnya, eksportir kayu dan produk kayu kerap mengeluhkan ketentuan ini karena memakan biaya yang tak murah dan waktu yang tak singkat dalam pengurusannya.
Padahal, negara tujuan ekspor tidak mewajibkan sertifikat SVLK itu. Namun, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Permendag Nomor 84 Tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan mewajibkan hal itu.
"Padahal, yang wajibkan hanya (kalau ekspor) ke Uni Eropa, Kanada, Australia, dan Inggris saja, di luar itu tidak ada SVLK. Masalahnya urus SVLK juga bisa Rp20-30 juta, kalau usahanya besar sih tidak masalah, tapi kalau kecil dan menengah ya lumayan," tutur Darmin.
Keempat, memperketat pengawasan ekspor agar tidak ada ekspor selundupan, khususnya untuk produk rotan. Kelima, mempertimbangkan evaluasi Daftar Negatif Investasi (DNI) bagi investasi di sektor kehutanan."Saya sebenarnya belum merinci satu-satu, tapi bisa juga (evaluasi) DNI masuk, bisa juga perizinan yang masuk, dan sebagainya," katanya.
Kendati begitu, Darmin belum bisa menjanjikan kapan sekiranya seluruh pertimbangan ini akan diputuskan menjadi kebijakan baru. Di sisi lain, pemerintah turut meminta para pelaku usaha di sektor kayu dan produk kayu agar mau lebih membuka diri dan bekerja sama dalam meningkatkan produksi dan ekspor.
"Presiden tadi sampaikan cobalah terbuka, cari partner. Mereka ini tidak hanya teknis yang bagus, tapi juga punya jaringan pemasaran yang bagus. Tetapi harus kerja sama, undang investor masuk," pungkasnya.
[Gambas:Video CNN] (uli/bir)
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Perang Dagang, RI Incar Ekspor Furnitur Rp1.344 T ke AS"
Post a Comment