Cerita Korlap Demo Papua yang 'Diamankan' Polisi di Timika
CNN Indonesia | Sabtu, 14/09/2019 19:24 WIB
Bagikan :
Jakarta, CNN Indonesia -- Adolfina tak menyangka tawaran berunding dengan polisi dibalas aksi penangkapan. Hari itu Rabu, 21 Agustus 2019 dirinya digelandang polisi di tengah memimpin unjuk rasa di Timika, Mimika, Papua. Aktivis perempuan asli Timika bersama 600 orang lebih memprotes insiden dugaan rasialisme yang terjadi di Surabaya, Jawa Timur.Tuntutan massa aksi rencananya dibacakan di depan Kantor DPRD Mimika, Papua. Hanya saja polisi tak mengizinkan. Massa diminta cukup berkumpul di Lapangan Timika Indah. Adolfina pun mencoba bernegosiasi dengan Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto agar aksi tetap boleh dilakukan di depan DPRD.
"Saya maju. Lalu Kapolres bilang, ibu begini massa ini diarahkan ke Lapangan Timika Indah. Saya bilang, Bapak massa aksi 500 orang lebih ini mau long march ke kantor DPRD. Bukan di sini, Bapak," ujar Adolfina menceritakan momen itu kepada CNNIndonesia.com, Jakarta, Senin (9/9).
Tapi, dengan dalih keamanan, polisi menolak permintaan massa tersebut.
"Kamu menjamin akan aman dengan massa begini?" tanya Kapolres Mimika seperti ditirukan Adolfina.
Menurut Adolfina, saat perundingan itu berlangsung dirinya menyaksikan kendaraan-kendaraan taktis aparat tengah mengadang jalan.
Ia pun lantas meminta polisi untuk membiarkan massa melanjutkan aksi ke kantor DPRD, namun sekali lagi permintaan itu ditolak. Massa dilarang bergerak dan diminta cukup menyuarakan tuntutan di Lapangan Timika Indah.
"Saya lalu koordinasi dengan teman-teman, tapi rakyat tetap bilang: di sini [Lapangan Timika Indah] siapa yang mau dengar? Lalu rakyat tetap ingin harus ke kantor DPRD. Saya sampaikan ke polisi: kami harus ke DPRD. Bapak, tolonglah hargai kami," pinta Adolfina kepada Kapolres.
"Kamu melawan?"
"Tidak, Bapak. Saya sedang bernegosiasi dengan Bapak," jawab Adolfina kala itu.
"Nama kamu siapa?" tanya sang kapolres.
"Adolfina."
"'Tangkap dia,' perintah kapolres. Itu saja yang saya dengar," aku Adolfina.
Jaminan aksi akan berlangsung damai dari Adolfina tak digubris polisi. Setelah itu enam orang menggotong Adolfina dan memasukkannya ke mobil polisi.
Dia mengaku jengkel diperlakukan seperti itu. Menurut dia, polisi menggunakan cara-cara yang justru mencoreng profesionalisme aparat saat mengamankannya.
"Makanya teman saya bilang, saya diculik. Ada enam orang datang, kaki saya sebelah sebelah dibawa sendiri. Kepala sendiri [dipegang]. Tangan, tangan ini sebelah-sebelah dipegang sendiri-sendiri. Mereka lalu buang saya. Karena itu saya kesal. Kan bisa ditangkap baik-baik, tidak dengan cara-cara begini," ujar Adolfina.
Warga melakukan konvoi kendaraan saat aksi antirasialisme di Timika, Mimika, Papua, 21 Agustus 2019. (ANTARA FOTO/Sevianto Pakiding)
|
Ia mengaku disekap selama 25 menit di salah satu ruangan di Kantor Polres Mimika. Adolfina lantas dibebaskan sekitar pukul 10.00 WIT hari itu juga atau pada 21 Agustus 2019 karena massa enggan bergerak tanpa komando Adolfina.
Setelah Adolfina dibebaskan, massa aksi melanjutkan berjalan sekitar satu jam dari Lapangan Timika Indah ke Kantor DPRD Mimika.
"Masyarakat di sana minta Bupati dan DPRD hadir. Lalu saya minta ke Kapolres untuk menjemput paksa Bupati, nah pada saat itu sudah terjadi lempar-lemparan botol minuman, batu, jadi situasi pecah dan yang saya dengar ada penembakan, baku kejar," ujar Adolfina mencoba mengingat-ingat kembali apa yang telah terjadi.
Rusuh pun pecah di Timika. Massa aksi urung menyampaikan sejumlah tuntutannya. Kata dia, sekitar pukul 13.30 peserta aksi lantas bergerak di luar kendali.
Adolfina mengaku tak mengerti pasti apa pemicu ricuh. Namun ia menduga ada sejumlah orang yang memprovokasi massa sehingga rusuh tak terelakkan.
"Ada yang meminta untuk membakar kantor Polres Mimika. Tapi kami tidak lakukan," kata salah satu warga Timika, Oscar yang saat itu juga ada di tengah aksi.
CNNIndonesia.com mencoba mengonfirmasi perihal apa yang dialami Adolfina itu kepada Kapolres Mimika AKBP Agung Marlianto.
"Masalah Adolfina, itu jelas hoax, enggak benar itu. Bahkan kalau dia mengaku korlap, harusnya sudah diproses hukum karena aksi tersebut berujung anarkis," demikian jawaban Agung lewat aplikasi pesan ponsel, Selasa (10/9).
Petugas kepolisian membantu evakuasi seorang warga saat melakukan penjagaan aksi di Mimika, Papua, 21 Agustus 2019. (ANTARA FOTO/Sevianto Pakiding)
|
Secara keseluruhan, dalam rilis yang dilakukan kemarin Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo mengatakan polisi telah menetapkan total 85 tersangka dalam peristiwa gelombang unjuk rasa berujung kerusuhan di Papua dan Papua Barat. Sebanyak 55 tersangka di Papua dan 30 tersangka di Papua Barat. Dedi mengatakan ada penambahan tersangka di dua wilayah itu.
"Untuk yang di Jayapura jumlah tersangka 31 orang. Kemarin kan 28 orang. Kemudian Timika masih tetap 10 [orang], kemudian untuk Kabupaten Deiyai 14 orang," kata Dedi di Mabes Polri.
Sedangkan di Papua Barat terjadi penambahan yakni 15 tersangka di Manokwari, 11 orang tersangka dan 11 orang daftar pencarian orang (DPO) di Sorong. Setelah itu ada 3 tersangka dan 8 DPO di Fakfak.
"Untuk Teluk Bintuni 1 tersangka, total untuk Papua Barat ada 30 tersangka," ujarnya.
Dedi lebih lanjut menjelaskan mereka yang masuk dalam DPO adalah bagian dari massa yang turut melakukan kerusuhan.
Dari 85 tersangka itu polisi menetapkan FK atau FBK tersangka dengan dugaan berperan sebagai aktor intelektual kerusuhan. Kemudian, polisi juga menetapkan AG tersangka dengan dugaan aktor lapangan.
[Gambas:Video CNN] (ika, ayd, antara/kid)
Bagikan :
Halaman Selanjutnya >>>>
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Cerita Korlap Demo Papua yang 'Diamankan' Polisi di Timika"
Post a Comment